![]() |
foto: Kombas cendrawasih |
Oleh: Mapiha F
Sore itu, saya dan jhon duduk di taman pondok hijau sambil bercanda tawa sambari menunggu teman-teman untuk bermain bola volly;
matahari bersiap menenggelamkan wajahnya di balik gunung putri. berkas-berkas cahaya berkemilauan membentuk langit jingga. terpantul berkas-berkas cahaya di selah dedaunan pohon jati yang tumbuh lurus menembus angkasa dengan megah.
di kejauhan angkasa, terlihat gerombolan-gerombolan burung walet terbang berbaris rapi membentuk garis garis hitam menghiasi suasana langit sore hari kala itu. Suatu misteri kehidupan yang memikat hati. Panorama pembatas antara siang dan malam, yang kebanyakan kalangan namakan senja.
sesekali semilir angin berhembus sepoi-sepoi menerpa pepohonan pinus yang menjulang tinggi lalu dengan lambat dan santai daun-daun itu jatuh berguguran dan berserakan diatas hamparan tanah. Sepertinya siklus itu telah lama terjadi semenjak alam ini mulai ada sehingga membentuk suatu perputaran kehidupan yang selalu berjalan pada porosnya dan saling melengkapi.
“Sungguh indah alam ini, memiliki keunikan yang mempesona. selalu berputar pada siklusnya dan saling melengkapi diatas hamparan tanah yang luas beserta isinya yang tersedia apa adanya sehingga mempunyai kekhasan tersendiri untuk membujuk insan yang lagi didera pahitnya perpisahan.” pikirku dalam hati.
Karena lama menunggu teman-teman dan tidak juga kunjung datang seorang pun, saya menengok ke arah jhon sambil berkata
“Jhon, coba lihat jam berapa sekarang.? Kita sudah lama menunggu disini tapi tidak ada satupun orang yang datang.”
Jhon menengok jam yang terlilit di tangannya dan berkata dengan nada agak kecewa
“kawan,sekarang sudah jam 17:OO WIB dan sepertinya teman-teman tidak akan datang, karena sudah mulai gelap. lebih baik kita pulang saja.” Ungkap jhon sambil menatapku
“oyo,! Kita pulang.” kataku merespon sambil berdiri.
Sore itu, tak ada satupun teman-teman yang datang, sementara tatapan kami menyapu rata seisi kawasan pondok hijau. Karena terbujuk oleh panorama menawan senja sore itu yang membuat manja setiap insan. Memberi kesan tersendiri bagi setiap mata hingga enggang meninggalkannya.
Kami pun bergegas pergi dan balik ke tempat penginapan kami (kos_kosan). Dalam perjalanan pulang, tak satu pun kata yang sempat terucap diantara kami. seperti dua bola mata yang berseberangan namun, tidak pernah berkomunikasi satu dengan yang lainnya.
Senjah sudah berbalik ke peraduan, dengan membawa segala hikmat dan nikmat kesan dari beribu insan yang melata diatas bumi. Kegelapan mulai muncul di puncak bukit lembang dan mulai mendekap seisi kota.
Lampu-lampu menyala terang benderang, suara riuh gemuruh kendaraan ribut terdengar, terlihat penjual asongan mulai menutupi sepanjang trotoar jalan dengan gerobak dan terpal hijau hendak membuka usaha mereka demi kelanjutan hidup bersama keluarga.
Jangan heran, begitulah kota kami. Disini, siang dan malam tak dapat didefinisikan dari kegiatan mata pencaharian semata, iya,! Karna orang orang di kota kami tidak mengenal lelah dengan namanya perjuangan mencari bekal, perjuangan bertahan hidup, perjuangan hidup yang patih dan menjanjikan.
********************************************
Setelah kami tiba di persimpangan jalan antara jalan menuju kosan jhon dan ke kosan saya, jhon menatap ke arahku
“kawan, sebentar kamu ada kesibukan atau tidak.?” Kata jhon sambil menatapku agak dalam
“Tidak” jawabku spontan
Dengan wajah agak memohon, jhon berujar “oooh..! kalau begitu saya boleh ikut ke kosan-nya kawan.?”
“Boleh saja” jawabku refleks
Dalam beberapa menit saja kami sudah sampai di kosan saya. bukan karena jaraknya yang dekat, namun cara berjalan dari jhon membuatku terlalu cepat melangkah. Dengan postur tubuh yang tinggi dan agak gendut, matanya yang selalu memancarkan rasa ingin tahu serta badannya yang agak sispeck tidaklah heran bila dia melangkah cepat. jarak antara langkah kaki dia dan aku selisih 2/1 artinya jarak 1 langkah kaki jhon bisa menjadi 2 langkah bagiku.
Sesampai kami di kos, seluruh kosan sunyi. tak ada satupun teman-teman yang lain Yang biasanya jam-jam begini waktunya kami untuk saling ngobrol bercanda tawa sambil melepas gundah atas beban tugas kuiah kami masing-masing. Namun sore ini amat beda dari yang biasanya. Jika tadi di podok hijau tidak ada satupun yang datang main bola volly, maka sekarang di kosan juga sunyi..
“Kawan-kawan yang lain pada kemana ini.? Biasanya kan rame jika jam begini.?”
Kata jhon sambil menatap lambat setiap kamar kosan yang pintunya tertutup.
“Mungkin karna ini malam minggu jadi pasti mereka pergi melepas penak di taman atau bermalam minggu.” Jawabku pelan
“kawan, saya ingin menanyakan sesuatu boleh.? Kata Jhon sambil duduk
“mau tanya apa.?” Tanyaku balik
jhon menatapku dalam dan berujar
“kawan akhir-akhir ini saya lihat kamu selalu menyendiri dan mengurung diri di kamar. Kamu ada masalah apa.?”
Aku menarik napas panjang mencoba merespon pertanyaaan jhon.
“sebenarnya masalah ini saya tidak ingin bercerita ke pada siapa-siapa, namun karena kamu sudah ikut saya sampai ke kosan hanya untuk menanyakan itu maka saya akan cerita kawan”
Jhon menyahut cepat tidak sabar ingin segera mendengarkannya
“iya kawan, sebenarnya ada ada.?”
Aku menundukan kepala (kebiasaan saya sebelum bicara)lalu dengan suara agak kecewa bertutur
“Beberapa minggu yang lalu, aku ditinggal pergi oleh kekasih, lantaran hubungan antara kami berdua tidak disetujui oleh orang tua. Sempat saya mencoba menjelaskan betapa dalam aku menyayanginya, namun dia lebih tunduk pada yang tua, lebih menghormati keputusan orang tuanya. Sehingga dia memutuskan untuk tidak melanjutkan hubungan denganku lagi dan akhirnya kami pun berpisah.”
“Kawan setegah itukah dia padamu.?” Tanya jhon seakan tidak menyangka apa yang sudah terjadi
Aku mencoba menguras lagi
“jhon?,” Semenjak aku patah hati, Aku tidak percaya lagi dengan cinta. Bagiku cinta tidaklah lebih dari sekadar Menumbuhkan harapan setinggi langit serta Takut akan kehilangan dan pada Akhirnya Dicampakan Begitu saja. Itu sakit kawan.”
Sambungku seakan aku mencoba mengeluarkan duri dalam daging yang sekian lama menancap dalam diri dan penuh sesak.
“Cinta bagiku tak jauh bedah dari apa yang di ungkap para awam. Ketika diam dan nyaman dalam dekapan dan larut terbuai dalam ingin, seakan telah kita jumpa tujuan hidup. makin lama terbawa ilusi dan terlarut didalamnya hingga tak pernah kita sangka akhirnya terbuang dalam dasar nestapa. disaat benih cinta terus berkecambah dan terus tumbuh bersama berlalunya sang tempo.,ya.! Saat itulah Kita telah menangkap namanya cinta. Namun Disaat itu juga tanpa sadar kita telah berada di ujung tombak harapan yang siap menghunus dan menghunjam kita kapan saja tanpa iba.
cinta itu misteri dan bukan barang yang seenaknya kita kurung atau tawan sebagai penawar berbagai asa dan rasa. Saat yang paling menyakitkan bagiku adalah dimana seseorang diamkan tangan untuk sementara dalam genggam sementara kita benamkan cinta dalam pelukan untuk selamanya. Walau kadang tidak semuanya orang yang kita cintai dapat membalas cinta kita dengan kadar cinta yang sama. Kata hanya sekedar meringankan beban rasa yang bergejolak dalam diri.
Untuk berkata i love you pun banyak orang menggunakan analogi masing-masing. Tak sedikit orang juga menganggap bulan sebagai pertanda cahaya kasih sayang walau semua orang tahu bahwa bulan tidak menjamin nasib cinta setiap insan yang berpijak dibawah sinarnya. Jhon, Datarnya ialah setiap orang punya cinta. Setiap orang berhak mengungkapkan isi hatinya kepada siapa saja. namun, tak ada hukum yang menjamin patah, sakit, jatuh dan tumbuhnya rasa bagi setiap orang.”
Sambungku “kurang lebih begitu jhon, aku memilih menyendiri beberapa hari ini bukan karena aku gallau ataupun sakit hati. Namun karena ada hal yang lebih dari pada itu. Kamu tahu apa itu.? Yaitu titk balik. dimana kita sadar bahwa jalan panjang yang telah kita lewati, diatas lusinan waktu dalam pengorbanan, adalah jalan yang hanya diciptakan oleh imajiasi kita semata.
Untuk apa kita berjalan sejauh mungkin.? Sementara sahabat jalan kita telah memilih jalan lain. Sementara kita masih dipertahankan oleh yang namanya setia. Maka di penghujung jalan ini, jadi puncak atas segala yang telah datang dan pergi.”
Jhon menarik napas panjang, “huuuuuuff..”
Smbil menepuk-nepuk pundakku jhon berucap
“Kawan, saya yakin kamu pasti bisa melewati kondisi ini. Tetap semangat memang benar apa katamu tadi bahwa setiap orang berhak memilih, mungkin dia memilih mendengarkan orang tua karna menurut dia itulah yang terbaik untuknya. Namun, yakinlah bahwa dunia ini tidak seseempit bagai apa yang kita lihat.”
“Trimakasih kawan.” Ucapku pelan
Selan beberapa jam, jhon pamit untuk pulang karena tidak terasa jam di dinding kosan sudah menunjukan pukul 22:25 WIB
“kawan saya pulang dulu, karna sudah larut malam.”
“Oke kawan, Trimakasih juga. Hati-hati dalam perjalanan, selamat sampai tujuan.” kataku mengiyakan, sambil menjabat tangan tanda salam.
Kepalaku terasa berat, bagai beratus-ratus ton batu terisi dalam otak. Curhatan tadi membuat anganku terbang melampaui situasi diri pada tragedi bebeberapa miggu tempo lalu. Kenangan, manusia dan keputusan waktu itu telah menjelma bagai ratusan senjata otomatis yang tak henti-hentinya berdentum dan tak habis-habisnya menyeringai dalam kepala.
Sebelum waktu berlalu menuju titik keramat, dengan langkah pontang-panting aku mencoba meredam segala yang bergejolak dala diri denagn sepotong kata yang masih menjadi senjata ampuh “INILAH CINTA BAGIKU” dan merebahkan tubuh diatas pembaringan.
Sersan bajuri, 29 Juli 2017
Posting Komentar
Posting Komentar