![]() |
embracing-gender-diversity |
Oleh: Siska Bmk
Manusia pada
umumnya adalah makhluk yang ingin hidup bahagia,damai,manusia itu sendiri ingin
hidup bebas dan menikmati hidupnya dengan melalkukan hal-hal yang membuat dia
senang. setiap manusia lahir
dengan membawa hak
asasi yang melekat
dan tidak dapat dihilangkan. Hak asasi tersebut harus
dipenuhi agar manusia dapat hidup dengan layak. Pemenuhan hak asasi dipengaruhi
berbagai aspek seperti gender, kelas sosial, dan berbagai prasangka lain
yang terbentuk bergantung
pada konstruksi sosial.
Di tengah
system patirarki yang sangat kental di kotaku itu, diamana perempuan yang
kadang banyak bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah.
Patriarki
adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang
kekuasaan utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan politik, otoritas
moral, hak sosial dan penguasaan properti. Dalam domain keluarga, sosok yang
disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda.
Sistem
sosial patriarki menjadikan laki-laki memiliki hak istimewa terhadap perempuan.
Dominasi mereka tidak hanya mencakup ranah personal saja, melainkan juga dalam
ranah yang lebih luas seperti partisipasi politik, pendidikan, ekonomi, sosial,
hukum dan lain-lain. Dalam ranah personal, budaya patriarki adalah akar
munculnya berbagai kekerasan yang dialamatkan oleh laki-laki kepada perempuan.
baca Juga: ideologi itu damai tapi sejarah itu kejam
Beberapa
bulan yang lalu ada seorang Waria(wanita pria) lebih tepatnya bisa di katakan
transpuan yang baru saja pindah kesebelah rumahku, di Nabire PAPUA. dia orangnya sangat ramah dan baik kepada
keluargaku dan semua warga tempat dimana aku berada,baru menjelang 1 minggu
saja kami sudah sangat akrab dan akhirnya kami memutuskan untuk bersahabat.
Suatu hari
dia bercerita kepadaku tentang siapa dia sebenarnya. bahwa dia sebenarnya
terlahir dengan penis,[laki-laki].Namun dia selalu merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri,dia merasa ada sosok lain di
dalam dirinya. Dia ingin menjadi seorang perempuan, dan akhirnya kenginannya
pun terkabul saat dia berumur 17 tahun, karena ketertarikannya kepada seorang
pria yang juga adalah temannya. awalnya sangat berat untuk mengungkapkan
perasaannya kepada pria itu namun dia tidak bisa menyembunyikannya terlalu lama
dan akhirnya dia menyatakan perasaannya kepada pria itu, kemudian pria itu
menerima pernyataan itu karena memang dia adalah seorang gay (pria yang suka juga kepada pria sejenisnya). akhirnya
mereka menjalin kasih bersama dan saling setia .
Setelah
beberapa bulan akhirnya mereka menikah dan hidup bersama namun kehidupan mereka
tidak semulus yang mereka harapkan. Lingkungan di sekitar mereka tidak menyukai
mereka dan mereka di musuhi, dijauhi,dihina dan banyak hal-hal diskriminatif
yang mereka dapatkan.
baca juga: Peutobi jang baca buku
Mulai dari
perkataan “dasar orang gila’ ‘Gangguan Jiwa” dan lain-lain. karena hal itu
membuat mereka frustasi akhirnya mereka memutuskan pindah.
Dan akhirnya
mereka pindah, setelah pindah sahabat saya ini memutuskan untuk berkepribadian, dan
berprilaku seperti seorang perempuan pada umumnya tanpa harus mengganti jenis
kelaminnya. dan hal itu di setujui oleh kekasihnya. mereka adalah sepasang
kekasih yang saling menghargai hak-hak mereka sebagai manusia. Sahabatku itu
juga bercerita bahwa dia merasa dirinya menjadi manusia setelah mengenal
kekasihnya yang juga sangat baik kepadanya.
Begitulah
dia bercerita kepadaku tentang kenapa dia bisa pindah, dan aku merasa dia
bercerita seperti itu agar aku bisa mengerti keadaannya dan semoga dia bisa di
hargai di lingkungan barunya.
Nah.. mulai sejak
itu walaupun ada yang memperlakukan dia berbeda, aku selalu memberitahu mereka
bahwa dia adalah temanku jadi tolong hargai dia, sebagaimana kalian menghargai
saya, dan setelah itu keluargaku dan lingkungannku mulai menerima sepasang
kekasih itu.
Walaupun
entahlah apakah diluar sana mereka masih bisa diterima sebagai sesosok manusia
yang ingin hidup dan dihargai sebagai manusia pada umumnya.
baca Juga: Perbedaan Bukan Menjadi Ukuran
Diskriminasi terhadap
transgender dan transeksual
berasal dari stigmatisasi
terhadap mereka yang memilih
memiliki ‘berbeda’ dengan
masyarakat di lingkungan
sekitar. Stigmatisasi ini berkembang
begitu kental di
konteks masyarakat Indonesia
karena selain konstruksi patriarkhi
yang begitu kental
dimana dalam konstruksi
tersebut, laki-laki
dikonstruksikan adalah makhluk
yang jantan, fenomena
transgender dan transeksual dikaitkan dengan homophobia yang
terkadang bersumber pada keyakinan agama.
Terkadang
melihat sepasang kekasih itu aku sering berpikir kenapa harus ada diskriminasi
kepada mereka jika mereka juga adalah manusia.
And…hargai
manusia yang lain. seperti kamu juga ingin dihargai manusia lain.
*)Penulis adalah mahasiswa di Bandung
Posting Komentar
Posting Komentar