poster artikel (fm) |
Oleh; Mapiha F
Ide pertama yang muncul dalam pikiran saya waktu hendak menuliskan artikel ini adalah ingin mengganti topik atau judul dengan kata "maut dan seni memahaminya." Tapi saya tidak memilih hal itu. Sebab, saya sendiri belum sepenuhnya memahami artinya seni dan aplikasinya. Kalau bertanya pada anak seni seperti Amos pasti dia akan mengerti soal itu.
Selama masa peradaban umat manusia, segala penemuan baru menjadikan manusia menuju kepada level-level peradaban yang semakin tinggi.. Berawal dari terjadinya revolusi industry, segala peran manusia digantikan oleh mesin dan tenaga pemanfaatan yang lebih tinggi. Singkatnya, revolusi industri adalah masa dimana pekerjaan manusia di berbagai bidang mulai digantikan oleh mesin.
Revolusi Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia. Sejak saat itu nampaknya manusia terobsesi dengan yang namanya kemajuan teknologi dan informasi. Dan dilain pihak revolusi ini menjadi awal dari bentuk pengasingan hak-hak perempuan atas pekerjaan.
Terlepas dari itu semua, kehidupan terus berputar bak peluru yang meleset tak terlihat kasat mata. Banyak pandangan dan aliran kepervcayaan bermunculan di berbagai belahan dunia. kebanyakan para guru (agamais) memilih mengasinkan diri dan menuntut diri kedalam suatu dunia yang lebih dalam. Menyelami diri. Bersatu dengan alam ruang tak terbatas. Dalam agama Budha disebut (mencari pencerahan).
Sejalan dengan perkembangan dan peradaban umat manusia Banyak aliran dan paham yang bermunculan. Baik dari segi ilmu, agama, politik dan yang lain sebagainya. Dan hal inilah yang secara tidak sengaja memecah belah umat manusia dengan ego (kelakuan).
Seiring bergantinya zaman, pemahaman dan tentang maut (kematian) menjadi suatu isu yang hangat bagi para pendahulu kita. Dalam agama bebagai pandangan bermunculan. Mulai dari yang menganggap maut itu sebagai takdir hingga sampai pada maut sebagai suatu akhir zaman individu.
Terlepas dari segala ikatan agama, hemat saya maut adalah sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan nalar manusia. Sesuatu yang kodratnya lebih dari kekuatan dan kemampuan manusia. Tidak tercapai. Tidak berkesudahan. Tapi kenapa manusia bisa mencapai kematian.? Kenapa nafas kita terhenti.? Tapi saya tidak ingin membahas soal filosofis tentang kenapa.? Tapi saya akan membahasnya lebih kepada totalitas menyikapi maut itu sendiri.
Saya mengawali pembahasan ini dengan pernyataan "Saya tidak pernah dilahirkan dan saya tidak pernah mati" kutipan ini diambil dari buku the secret of life. Dalam buku itu dituliskan bahwa di sebuh makam kuno ada seorang guru yang meninggal lalu diatas nisan bertuliskan kata-kata diatas tadi.
Pertama saya membaca tulisan itu saya tertawa kecil-kecil tapi semakin saya menyadari ternyata ada benarnya juga kenapa.? Mari kita bahas satu demi satu.
Baca Juga: Belanda Dalam Pelukan Insos
aku ada ketika merasa ada, hal inilah awal dari segala kelakuan. Kita masuk dalam dunia kepemilikan, dunia self. sehingga kita merasa raga ini milik kita. Tubuh ini milik kita Dan akhirnya kita memutuskan untuk memelihara dan merawat tubuh kita semampu kita. (Jaga kesehatan).
Ungkapan socrates tentang "aku berpikir maka aku ada" adalah sebuah Cermin bagi kesadaran totalitas bagi kita. bahwa dengan berpikir maka rasa ada (berada) itu muncul. Meng-ada, Itu sebetulnya awal kepemilikan yang tadi saya sebut diatas. Maka kita merasa berkuasa atas tubuh kita, merasa memiliki.
Tidak berhenti sampai disitu, segala barang yang kita peroleh juga kita caplok sebagai milik kita. Baik itu yang terdapat Dalam raga kita seperti (tubuh, pikiran, dll) ataupun yang datang karena status (keluarga, sahabat, barang, dll) Kepunyaan (ego) mulai muncul.
Ego inilah yang menjadi musuh utama dalam hidup, karena pada hakikatnya kehidupan dan kematian tidak pernah saling berlawanan melainkan ego dan kehidupan yang berlawanan.
Ego menentang kehidupan dan kematian. Ego takut untuk hidup, ego takut untuk mati. ego takut untuk hidup karena setiap waktu, setiap langkah kehidupan membawa kematian lebih dekat.
Dalam Cinta, kehidupan menjadi klimaks – kemudian orang tersebut takut terhadap cinta. karena ketika Anda benar-benar mencintai seseorang, ego Anda mulai ikut terlibat.
Baca Juga: Siapa yang pergi ke surga dan Mengapa.?
Anda tidak bisa mengasihi dengan ego; ego menjadi penghalang. Dan ketika Anda ingin menjatuhkan penghalang itu, ego akan berkata, “ini akan menjadi kematian. Berhati-hatilah!”
Kematian ego bukanlah kematian Anda. Kematian ego sesungguhnya memungkinkan Anda untuk hidup. Ego adalah penghalang keras di sekitar Anda, itu harus dirusak dan dibuang.
Melawan ego Itu akan terjadi secara alami hanya ketika seorang pejalan yang sepanjang perjalanan mengumpulkan debu pada pakaiannya, pada tubuh-nya, dan ia harus mandi untuk menyingkirkan debu tersebut.
Pandangan beberapa Agama dan aliran kepercayaan tentang kematian.
Dalam kehidupan kita yang kita sedang jalani ini adalah roda kehidupan peradaban umat manusia yang alam berikan kepada manusia sebagai bukti kekuatan dan kebesaran, maka ditengah itu pula masih berlaku hukum awal atau kodrat yakni "Sebab Akibat".
Manusia hidup itu adalah akibat dari kematian, manusia mati adalah sebab dari kehidupan, begitupun sebaliknya.
Baca Juga: Kekasih bayangan
Dalam pandangan beberapa agama, kematian dinilai sebagai kematian pembaharuan atau hanya raga saja yang mati namun, jiwa kita tetap abadi.
Agama-agama berkompromi dengan keinginan Anda untuk tetap ada selamanya, mereka memberikan penghiburan. Mereka berkata, “Jangan khawatir. Anda akan berada di beberapa tubuh lainnya, dalam bentuk lain, tetapi Anda terus hidup.” Hal ini tampaknya menjadi melekat.
Dalam Pandangan Zen terhadap kematian benar-benar berbeda, sangat mendalam. Agama-agama lain mengatakan untuk tidak mengkhawatirkan tentang kematian, untuk tidak takut, karena jiwa adalah abadi. Zen mengatakan: tidak ada kematian karena tidak ada yang mati.
Lihat perbedaan-tidak ada yang mati. Diri tidak ada, sehingga kematian tidak dapat mengambil apa pun dari Anda. Hidup tidak bisa memberikan apa-apa dan kematian tidak dapat mengambil apa pun. Tidak ada tujuan dalam kehidupan dan tidak ada tujuan dalam kematian. Tidak ada kematian.
Agama-agama lain mengatakan kamu tidak akan mati jadi jangan khawatir tentang kematian. Zen mengatakan: Anda tidak eksis -pada apakah Anda khawatir? Tidak ada yang nyata dalam kehidupan dan tidak ada yang nyata dalam kematian; Anda adalah murni kekosongan. Tidak ada apa-apa.
Berbeda juga dengan pandangan agama buddha yang meyakini bahwa waktu dalam hidup selalu membawa kita pada kematian. Setiap manusia pasti mengalami kematian. Ini terjadi karena kematian adalah sifat alamiah dari kehidupan.
Baca Juga: 36 tahun Arnold Clemens Ap dibunuh
Buddha tidak mengajarkan kita untuk menghindar atau menolak sifat kehidupan itu, tetapi Buddha mengajarkan kita tentang bagaimana seseorang dapat menerima realitas kehidupan dengan cara yang bijaksana, hingga akhirnya berkontribusi pada ketidakmelekatan, dan kemudian diarahkan pada jalan bagaimana cara menghentikan lingkaran kelahiran dan kematian dengan perealisasian nibbāna.
Buddha menyadari betul sebab seseorang takut terhadap kematian. Dalam Aṅguttara Nikāya, Buddha menjelaskan bahwa terdapat empat sebab yang menjadikan seseorang takut pada kematian. Empat sebab itu antara lain; tidak bebas dari nafsu keinginan terhadap kesenangan-kesenangan indera, tidak bebas dari nafsu keinginan terhadap jasmani, belum melakukan hal-hal baik dan bermanfaat tetapi malah melakukan kejahatan, dan masih memiliki keraguan dan kebingungan tentang dhamma yang baik dan belum sampai pada kepastian di dalamnya
Kedua: dalam pandangan hidup beberapa aliran agama, mereka meyakini bahwa didalam diri manusia itu ada 7 Tanggal naga yang selalu bersanding dalam hidup manusia. Pertama adalah nafsu, nafsu lebih mementingkan apa yang saya dapat. Lebih peduli kepada hasrat memiliki sesuatu tanpa memperdulikan segi yang lainnya.
Menyikapi kematian.
Setelah kita memahami pandangan kematian dari beberapa aliran dan pandangan agama, kita dapat menarik benang merah bahwa kematian dan kehidupan adalah suatu hukum alam yang kodratnya tinggi dan terjadi secara alamiah. Keduanya saling bergantungan. Ada kematian, ada kehidupan, begitu juga sebaliknya.
Kita sering merasa sedih, haru, empaty, bahkan mengutuk kehidupan tidak adil dan sering bertanya kepada tuhan soal kematian.
Baca Juga: Mengenal Literasi dalam Konteks Papua
Kadang kita bertanya "kenapa harus ada pertemuan jika akhirnya ada perpisahan." benar kita merasa sedih, dan tidak ikhlas, sakit, pilu, duka dan nestapa jika orang yang dekat dengan kita (apalagi ibu atau ayah) sosok yang berpengaruh buat kita meninggal (menghadap kematian). Kita tidak ikhlas menerima kenyataan.
Ketidakterimaan kita terhadap kenyataan itu bisa disebabkan oleh banyak hal. Misalkan karena kita baru kenal, karena kita dekat dengan dia, karena status, karena empathy, karena memiliki dan lain hal sebagainya.
Sebagai manusia, kita dibekali dengan emosi seperti sedih, senang dan berbagai hal lainnya yang sedikitnya telah disebutkan diatas. Itu wajar saja. Sah-sah saja.
Kita merasa memiliki dan dekat secara emosi al dan lain hal sebagainya karena dalam diri kita timbul yang namanya kepemilikan (ego) atau lebih lagi cocok kita sebut si_Aku. Ke- akuan inilah yang membuat kita merasa memiliki. Merasa punya hak, mengintervensi orang lain milik kita. Bahkan melabeli tubuh, pikiran dan roh kita adalah milik kita. Padahal tidak.
Ke- akuan inilah yang membuat kita sedih, cemas, marah dan lain hal. Karena jika kita kaji lebih jauh maka, diri kita dengan si-dia itu berbeda. Kita tidak bisa mengklaim orang lain masuk dalam ranah kita.
Ketika kita bersedih karena kehilangan (kematian) orang lain, disitulah kelakuan bekerja (ego) bekerja untuk memanipulasi kehidupan ini seakan kematian dilarang masuk dalam sendiri kehidupan.
Baca Juga: Pendemi Corona dan Dilema Negara
Ke-akuan inilah yang akhirnya menanamkan paham dalam diri kita secara tidak sadar bahwa kematian itu harus dihindari karena tidak akan ada lagi kehidupan. Tidak ada lagi sahabat atau kerabat selain si dia yang sudah pergi sehingga menumbuhkan kembangkan ego dan ke-akuan ke level yang lebih tinggi lagi.
Kehidupan ada karena kematian, setiap hari kita mengalami kehidupan dan kematian. Kita menghirup udara, kehidupan dimulai. Kita menghembuskan nafas, kita mengalami kematian.
Oleh karena itu kedua hal diatas adalah hal alamiah yang kita akan alami kapan saja. Hanya waktunya berbeda maka hiduplah berteman dengan kehidupan dan bersahabat dengan kematian.
Jika tidak dapat menjadi berkat (berguna bagi orang lain) setidaknya jangan pernah menyakiti.
*) Artikel ini sepenuhnya Tanggungjawab Penulis
Istana ciloa 39 Bandung
5 Desember 2020
Posting Komentar
Posting Komentar